Kota Bima
Kota Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa
pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan 8°20'00"-8°30'00"
Lintang Selatan. Tingkat curah hujan rata-rata 132,58 mm dengan hari
hujan: rata-rata 10.08 hari/bulan. Sementara matahari bersinar terik
sepanjang musim dengan rata-rata intensitas penyinaran tertinggi pada
Bulan Oktober, dengan suhu 19,5 °C sampai 30,8 °C.
Kota Bima memiliki areal tanah berupa: persawahan seluas 1.923 hektare
(94,90% merupakan sawah irigasi), hutan seluas 13.154 ha, tegalan dan
kebun seluas 3.632 ha, ladang dan huma seluas 1.225 ha dan wilayah
pesisir pantai sepanjang 26 km.
Kota
Bima terbentuk pada
tanggal 10 April 2002 melalui Undang-Undang tentang Pembentukan Kota
Bima Nomor 13 Tahun 2002. Terdapat berbagai pertimbangan yang medasari
pembentukan Kota Bima yang merupakan perwujudan dari aspirasi masyarakat
khususnya masyarakat Kota Bima. Pertimbangan-pertimbangan tesebut pada
dasarnya terkait dengan pertimbangan politis dan pertimbangan
pengembangan ekonomi dan pembangunan regional dalam rangka mendukung
percepatan pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
SEJARAH KOTA BIMA
Kota Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika
Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan
Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian
ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun.
Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima
seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun
Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni
manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas
bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan
penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut
dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai.
Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal
dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
Kerajaan Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompok kecil
yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai
lima wilayah yaitu : 1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima
Tengah 2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan 3. Ncuhi
Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat 4. Ncuhi Banggapupa,
memegang kekuasaan wilayah Bima Utara 5. Ncuhi Dorowani, memegang
kekuasaan wilayah Bima Timur. Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara
damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah
mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari
kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya
adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini
dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda
yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima. Cikal bakal
Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra
yaitu : 1. Darmawangsa 2. Sang Bima 3. Sang Arjuna 4. Sang Kula 5.
Sang Dewa. Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima
berlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah
utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang
mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, dan
Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah
Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu
pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat
tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan
pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan
sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima
meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya
diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra
Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/ XV.
Demikianlah ulasan singkat mengenai Sejarah Kota Bima.... semoga bermanfaat.....
0 comments:
Post a Comment